Penulis: Dr. H.Muhammad Saleh,M.Pd
Link pembelian klik di bawah
Ausy Bookstore
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam mendukung kesinambungan sebuah Negara. Pendidikan sebagai syarat mutlak hidupnya sebuah Negara dalam mencapai sebuah kemajuan pola berpikir dan bertindak. Dalam upaya pencapaian visi dan misi pendidikan sebagaimana yang telah tertuang dalam UUD 1945 diperlukan adanya pendidikan yang berkualitas dan memiliki sinergitas yang baik.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Pendidikan yang berkualitas bisa dimaknai sebagai pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).
Syafaruddin (2002: 120) menjelaskan ada banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, salah satunya adalah guru-guru yang profesional. Tilaar (2006: 167) menjelaskan langkah awal yang bisa diambil dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan peningkatan kualitas guru.
Uraian di atas menunjukkan bahwa guru memliki peran penting dalam menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Guru merupakan elemen yang penting di dalam suatu sistem pendidikan karena di tangan guru lah keberhasilan suatu sekolah dengan out put siswa yang berkualitas dapat dicapai. Untuk mencapai ke arah itu tugas guru tidaklah ringan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Subari (1994: 6) bahwa tanggungjawab yang tidak ringan itu karena guru menghadapi murid yang masih dalam perkembangan; yang memiliki ciri-ciri, kebutuhan, problema, latar belakang sosial, budaya, ekonomi yang berbeda, yang semua itu harus dimengerti oleh guru jika ingin menciptakan keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya.
Pentingnya guru yang professional dalam menghasilkan pendidikan yang berkualitas tercermin dalam dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat.
Berpijak dari uraian di atas, tentunya pengembangan profesionalitas guru perlu adanya, ini berdasarkan pertimbangan bahwa kemajuan ilmu pengatahuan yang semakin cepat. Hal ini tentunya harus diberangi dengan meningkatnya profesionalitas guru, baik dari adopsi ilmu pengetahuan yang terbaru sampai adopsi metode-metode pembelajaran.
Menjadi seorang guru yang profesional dan berkompeten tidaklah mudah. Skill yang dimiliki oleh seorang guru bukan di dapat dari warisan, akan tetapi itu merupakan hasil belajar. Dengan demikian, menciptakan guru-guru yang berkualitas tentunya memerlukan kontrol yang baik, khususnya dari para supervisor dalam menjalankan tugasnya melakukan supervisi baik supervise manajerial maupun supervisi akademik.
Pelaksanaan supervisi selama ini, seperti di SD masih terlalu ditekankan pada aspek administratif/manajerial dan kurang pada aspek profesional/akademik (Depdiknas, 1986; Tangyong, Wahyud & Satori, 1985; & Beeby, 1982). Hal ini berarti bahwa inti sasaran pembinaan (supervisi) yakni peningkatan kemampuan profesional guru menjadi kurang tergarap. Upaya penanggulangan secara konsepsional terhadap masalah di atas, telah pula dilakukan oleh Depdiknas yakni dengan melaksanakan Proyek Pengembangan Model Supervisi Pendidikan yang merupakan bagian dari “Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Dasar” yang dilak-sanakan antara tahun 1980-1984 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Tangyong, dkk., 1985). Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran mengenai fisibilitas teknik supervisi yang menekankan pada pelayanan profesional dalam rangka meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa.
Pelaksanaan supervisi di lapangan di samping dilakukan oleh pengawas sekolah dan kepala sekolah sebagai pembina guru SD, dilakukan pula melalui wadah-wadah pembinaan profesional yang ada, seperti KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah) untuk para penilik, KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) untuk para kepala sekolah, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) untuk para guru.
Wadah-wadah pembinaan tersebut berfungsi sebagai tempat berdiskusi, tukar menukar pengalaman, mencari dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang ditemukan di lapangan serta untuk mendemonstrasikan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Melalui wadah-wadah pembinaan profesional tersebut diharapkan akan terjadi proses saling membelajar-kan di antara mereka. Dengan kata lain, akan terjadi proses pembinaan dari, oleh dan untuk teman sejawat mereka. Hal inilah yang oleh para ahli disebut supervisi kolegial atau supervisi kesejawatan (Sergiovanni, 1991; Hoy & Forsyth, 1986; Oliva, 1984; Lovell & Wiles, 1983; Sergiovanni & Starratt, 1983).
Supervisi pengajaran di Indonesia terus mengalami penyempurnaan-penyempurnaan. Sistem Pembinaan Profesional (SPP) Guru SD yang dilaksanakan melalui pendekatan gugus sekolah merupakan salah satu upaya ke arah penyempurnaan dimaksud. Dalam pelaksanaannya, pembinaan profesional tersebut dilakukan melalui suatu jaringan dan sistem pembinaan kreatif dengan melibatkan secara aktif seluruh unsur pembina guru dalam suatu kegiatan pem-binaan profesional terpadu.
Untuk memudahkan pelaksanaannya di lapangan, dibentuklah gugus sekolah. Setiap gugus terdiri dari 3-8 buah SD (1 SD Inti dan beberapa SD Imbas) yang dibina oleh seorang pengawas. Pada setiap gugus dibentuk PKG (Pusat Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah), dan KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah). Dengan sistem pembinaan profesional melalui pendekatan gugus sekolah tersebut diharapkan dapat memperlancar upaya peningkatan kemampuan profesional guru SD, dan kemajuan yang dicapai menjadi lebih merata (antar SD dalam satu gugus) karena dilandasi oleh komitmen dan semangat untuk maju bersama.
Pembinaan profesional guru SD sebagai sebuah sistem mempunyai beberapa komponen, yakni: (1) ketenagaan, yang meliputi: pembina, penilik, kepala SD, guru pemandu bidang studi, dan guru, (2) perangkat gugus sekolah, yang meliputi: SD Inti, SD Imbas, PKG, KKG, KKKS, dan KKPS, (3) program, antara lain seperti: penataran, seminar dan diskusi ilmiah, (4) manajemen, yang meliputi: organisasi, struktur kepengurusan, dan mekanisme kerja, (5) dana, dan (6) pemantauan dan evaluasi. Masing-masing komponen tersebut mempunyai hubungan yang erat satu sama lainnya. Oleh karena itu, apabila salah satu komponen tidak berfungsi, maka sistem akan terganggu dan tidak akan berjalan dengan baik.
Tanpa mengabaikan peran komponen lainnya, komponen ketenagaan terutama pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru pemandu bidang studi memiliki peranan yang sangat penting dan paling menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan sistem pembinaan profesional guru SD. Betapapun baik dan sempurnanya komponen-komponen sistem lainnya seperti gugus sekolah, program, manajemen dan dana, kalau komponen ketenagaan sebagaimana dike-mukakan di atas tidak berperan dengan baik, maka SPP Guru SD tidak akan berjalan lancar.
Penilik sekolah (pengawas TK/SD) dan kepala SD adalah dua jabatan yang selama ini dipandang paling berwewenang dan karena itu pula dianggap paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan supervisi di sekolah dasar (Mantja, 1989). Keputusan bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No.0322/O/1996 menyatakan bahwa pengawas sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara itu, Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1990 tentang “Pendidikan Dasar” menyebut-kan bahwa kepala sekolah bertang-gung jawab atas pembinaan tenaga kependidikan. Penilik sekolah dipilih dan diangkat dari kepala SD yang berpengalaman (Pidarta, 1992), demikian juga halnya dengan kepala sekolah, mereka umumnya diangkat dari guru-guru yang berpengalaman. Hal ini bisa diartikan bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan/ atau oleh penilik sekolah, lebih didasarkan kepada pengalaman mereka sebelumnya (sebagai guru maupun sebagai kepala sekolah). Oleh karena itu, adalah beralasan kalau Beeby (1982) mengemukakan bahwa salah satu kendala pelaksanaan supervisi di Indonesia adalah kurang memadainya kemampuan supervisor.
Sebelum atau sementara menduduki jabatan sebagai kepala sekolah maupun penilik sekolah, mereka mungkin memperoleh penataran atau pelatihan guna meningkatkan kemampuannya di bidang supervisi, walaupun masih perlu dipertanyakan: apakah dengan penataran atau pelatihan singkat tersebut sudah cukup memadai sebagai bekal untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Keberadaan guru Pemandu Bidang Studi (PBS) di dalam pelaksanaan sistem pembinaan profesional guru SD diharapkan dapat pula membantu meningkatkan keefektivan pelaksanaan supervisi di SD, khususnya yang berkenaan dengan pelaksanaan KKG (Kepmen Dikbud No.060/U/1993). Namun demikian, guru PBS tersebut tidak mungkin mencurahkan semua waktu dan perhatiannya untuk kepentingan supervisi, karena mereka juga dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas lainnya berkaitan dengan statusnya sebagai guru. Di sisi lain, kecakapan guru PBS tersebut sebagai pembina guru-guru sejawatnya (supervisor) masih dipertanyakan, karena kompetensi yang mereka miliki tidak berbeda dengan kompetensi yang dimiliki oleh guru-guru pada umumnya (Lovell & Wiles, 1983).
Beberapa kendala yang berkaiktan dengan ketenagaan (supervisor) tersebut di atas, sebenarnya bisa saja “tertanggulangi” jika KKG, KKKS, dan KKPS terlaksana dan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Persoalannya adalah, apakah wadah-wadah pembinaan profesional tersebut sudah berfungsi optimal atau belum. Keraguan ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan di atas.
Buku ini akan menguraikan lebih jauh tentang supervisi pengajaran, khususnya dari sudut pandang teori dan implementasinya di lapangan. Dari aspek teoritis dalam buku ini akan dijelaskan secara mendalam berkaiatan supervisi pengajaran, yaitu konsep dasar supervisi pengajaran, fungsi dan tugas-tugas supervise, kompetensi supervisor, teknik-teknik supervisi, pola pendekatan supervisi, sikap atau reaksi guru terhadap supervisi, pelaksanaan supervisi Di SD, program supervisi, kemampuan profesional guru, hubungan antara pelaksanaan kegiatan supervisi dan kemampuan profesional guru.
https://books.google.co.id/books/about?id=akFXEAAAQBAJ&redir_esc=y&hl=id